Minggu, 25 Agustus 2013

Puisi Cinta Dari Sajoanging


Puisi Rindu Untuk Kekasih

Hujan April

Tetes pertama dari hujan di bulan April, menyeruak debu jalan. Merembes di celah retakan tanah, jauh ke bawah,lalu menghilang, menyatu di kedalaman semampu grafitasi dapat menariknya.
Tetes-tetes berikutnya kucoba menahannya dalam telapak tanganku karena godaan untuk
memahami rentetan cerita perjalanan hujan di angkasa dan menerka dari mana ia memulai episode itu.
Tapi aku hanya mampu menangkap cerita yang sama.
Tidak ada bunga, taman dan cerita keabadian sebuah senyum di lukisan bibir seperti ceritamu.
Padahal kau pernah mencoba memahami banyak hati.
Dan ceritamu selalu lebih hebat dari aku.

Ini petang, bulan menitip pesan akan alpa untuk datang.
Ia seperti kau selalu pergi sesuka hati.
Mencari cerita berbeda karna terlalu percaya, malam akan memberikan keheningannya, menaburkan keindahan semilyar bintang.
Indah tapi bisu seperti biasa.
Padahal aku ingin ada yang bernyanyi seperti dirimu
Tentang segala hal selain aku.
Tentang apalagi yang bisa kau tertawakan dari nasib.

Padahal, masih banyak yang mesti kau jelaskan.
Bukan soal tetes hujan
Bukan juga tentang angin laut dengan lagu misterinya
Tapi tentang hati,
karena aku ingin tau mengapa caramu menatapku sampai kini tak bisa kupahami.

Hujan...
Bulan April.
Pasti masih  ada yang dapat aku tulis
Namun aku tau tak mungkin bisa lebih rahasia apa yang akan kau katakan.

April 2012



Cerita Tanpa Aksara

Atas semua kekeliruan yang mampu dipahami.
Atas semua harapan yang membeku dan mencair.
Atas semua kelopak bunga yang mengumpat pada angin
Atas semua huruf yang tertinggal dalam lembaran yang tak pernah terbaca
Atas semua hati yang masih bergetar karena ingin.

Aku menulis.
Dengan huruf yang berkarat karena begitu lama terpendam
Dengan tanda baca asing yang kuciptakan dari rindu
Dengan sebuah makna yang selalu tak bisa aku jelaskan.

Untuk cinta
Pada semua hal
Yang menangis, yang luka, yang perih, yang sepi, yang terlupa
Seakan aku mampu menyerap seluruh lagu kepedihan.
menghapal dan tak bisa lagi melupakannya.

Seperti seorang ibu yang memahami anak-anaknya
Seperti pecinta  mengeja nama kekasihnya
Seperti luka yang menganga
Setiap detik waktu berlalu, makin perih tapi tak ada lagi air mata untuk menjelaskannya.

Seperti kau
Seperti hatimu
Seperti matamu
Seperti namamu
Adalah nasib
untuk apa lagi aku mencarimu
Untuk apa kau memahamiku
Jika kita tak bisa lagi saling menceritakannya.




Biru Berwarna Jingga

Telaga biru tak terukur
Tak mampu kulukis
Karna warna yg mewakili kedalamannya adalah waktu yg tak terkejar
Aku memahaminya sebagai masa lalu.
Yang membara dalam angan
Dan Membakar segalanya.

Andai

Andai hari ini adalah masa lalu
Ketika lagu masih belum berlirik dan puisi ini belum diberi judul
Andai harapan belumlah pecah dan cita-cita masih membara tak terbendung
Siapapun akan bergerak selaju angin
Menerpa setiap detak panggilan hati
Dan hatimu akan rebah tanpa perlawanan dalam hamparan mimpi indah
Dimana lembah biru masih bebas kita namai.
Tak ada yg luka......
tak ada tragedi...
Ini hanyalah prosa yang tersusun dari mimpi
Dan tak perlu  ada yang menangisnya.


Indah Bisu

Bahkan namapun tak bisa aku tulis
huruf-huruf yang seharusnya menerbangkan takdir
Menguap seperti bayangan dalam gelap. Dan aku mesti rela
Biarlah angin berhenti dan daun-daun hijau tak perlu berguguran.
Dan masa depan tak perlu disesali
Sekumpulan rasa sedih yang ditertawai dalam sajak
Seperti luka yang sembuh.
Bekasnya biarlah mengingatkan kita akan indahnya hari ini.

Tak Ada

Jika kau bisa tidur dan menyelesaikan mimpi itu.
Berilah judul kisah ini sebagai bab terakhir
Andai esok ada yang mesti kau satukan dari apa yang kini mustahil
Jangan sebut itu sebagai perjuangan
Karena memang terkadang ada yang betul-betul kita inginkan tapi mesti kita hancurkan
Paling tidak jika itu tak bermakna
Ada alasan kita tak perlu menyatukannya.


Gelombang mendekripsikan lagu laut
Tentang seberapa besar keheningan
Diantara warna biru
Berenang keharuan karena tak pernah bisa mencapai pantai
Ia kembali sebagai sunyi dan nelayan baru akan mengenangnya ketika ia mulai tua
Dan telah sempurna kesepian itu terlukis.

Ini hanya ritual’
Orang-orang yg telah tidur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar